Rabu, 24 November 2010

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan

1. Pengertian Ilmu Pengetahuan 


MENGALIR ke masa depan bak banjir cepat yang penuh kekuatan dan daya hidup, dan terkadang menyerupai taman mempesona, alam semesta ini seperti buku yang dipersembahkan kepada kita untuk dipelajari, sebuah pameran untuk disaksikan, dan sebuah amanah yang dipercayakan kepada kita dengan kebolehan mengambil manfaat darinya. Dengan mempelajari makna dan isi amanah ini, kita harus menggunakannya dengan cara yang bermanfaat bagi generasi masa depan serta generasi sekarang. Jika kita mau, kita dapat mengartikan ilmu pengetahuan sebagai hubungan sebagaimana diidamkan di atas antara manusia dan dunia ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan adalah warisan bersama umat manusia, bukan milik pribadi dari orang-orang tertentu. Permulaannya dimulai dengan permulaan umat manusia. Ketika budaya intelektual Eropa mencapai kedewasaan yang memadai, yang sebagian besarnya dicapai melalui prestasi negara-negara selain-Eropa lainnya, ilmu-ilmu eksperimental secara khusus telah matang bagi perkembangan baru menyeluruh melalui Renaissance, Abad Kebangkitan.

Jika ilmu pengetahuan sejati berarti mengarahkan kecerdasan menuju kebahagian akhirat tanpa mengharapkan keuntungan materi, melakukan pengkajian tak kenal lelah dan terperinci tentang alam semesta untuk menemukan kebenaran mutlak yang mendasarinya, dan mengikuti metoda yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, maka ketiadaan hal-hal tersebut memiliki arti bahwa ilmu pengetahuan tidak dapat memenuhi harapan kita. Meskipun biasanya dikemukakan sebagai pertikaian antara Kristen dan ilmu pengetahuan, pertikaian zaman Renaissance terutama adalah antara ilmuwan dan Gereja. Copernicus, Galileo, dan Bacon [dikemukakan sebagai] anti-agama. Kenyataannya, dapat kita katakan bahwa ketaatan mereka terhadap agama telah memunculkan cinta dan pemikiran untuk menemukan kebenaran.

Sebelum Kristen, Islam adalah pembawa obor pengetahuan ilmiah. Pemikiran agama yang memancar dari kebahagian akhirat, dan cinta serta semangat yang muncul dari pemikiran itu, yang disertai rasa kefakiran dan ketidakberdayaan di hadapan Pencipta Mahakekal, berada di balik kemajuan ilmiah besar selama 500-tahun yang tersaksikan di dunia Islam hingga akhir abad kedua belas. Gagasan ilmu pengetahuan berdasarkan Wahyu Ilahi, yang mendorong penelitian ilmiah di dunia Islam, dipersembahkan nyaris sempurna oleh tokoh-tokoh terkemuka zaman itu, yang tenggelam dalam pikiran tentang kebahagiaan akhirat, meneliti alam semesta tanpa kenal lelah untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Ketaatan mereka kepada Wahyu Ilahi menyebabkan kecerdasan yang berasal dari Wahyu itu memancarkan cahaya yang memunculkan gagasan baru ilmu pengetahuan di dalam jiwa manusia.

Jika gagasan ilmu pengetahuan, yang diterima dan dimanfaatkan oleh masyarakat seolah merupakan bagian dari risalah Ilahi, dan yang dipelajari dengan semangat ibadah, tidak pernah terkena serangan Mongol yang menghancurkan serta terpaan Perang Salib yang tak berbelas kasih dari Eropa, maka dunia hari ini akan lebih tercerahkan, memiliki kehidupan intelektual yang lebih kaya, teknologi yang lebih sehat, dan ilmu pengetahuan yang lebih menjanjikan. Saya katakan ini karena gagasan Islam tentang ilmu pengetahuan menyatu dengan keinginan mencapai kebahagian akhirat, cita-cita akan manfaat bagi kemanusiaan, dan tanggung jawab dalam rangka meraih ridha Allah.

Cinta akan kebenaran mengarahkan penelitian ilmiah sejati. Ini berarti mendekati alam semesta tanpa pertimbangan keuntungan materi dan balasan duniawi, dan mengamati dan mengenalinya sebagaimana kenyataan sebenarnya. Sementara mereka yang dilengkapi dengan cinta seperti itu dapat mencapai tujuan akhir dari penelitian mereka, mereka yang terkena syahwat duniawi, cita-cita materi, prasangka ideologis, dan taklid buta terhadapnya, serta tidak mampu mengembangkan rasa cinta akan kebenaran apa pun, akan gagal, atau lebih buruk lagi, mengalihkan jalannya penelitian ilmiah dan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai senjata mematikan untuk digunakan melawan kemampuan terbaik umat manusia.

Tiada kegiatan intelektual yang muncul dari dan diarahkan oleh hasrat duniawi dan kepentingan pribadi yang dapat benar-benar mendatangkan hasil bermanfaat bagi kemanusiaan. Jika hasrat yang mengotori jiwa serta perilaku tidak tepat seperti itu digabungkan dengan fanatisme dan prasangka ideologis, hal ini pasti akan menempatkan rintangan tak teratasi di jalan menuju kebenaran dan menuju penggunaan hasil kajian ilmiah agar bermanfaat bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, cendekiawan, lembaga pendidikan, dan media massa harus bekerja untuk mengeluarkan penelitian ilmiah modern dari atmosfer yang tercemar mematikan akibat cita-cita materialistis dan fanatisme ideologis, dan mengarahkan ilmuwan menuju nilai-nilai kemanusiaan sejati. Langkah pertama adalah membebaskan pikiran dari takhayul dan fanatisme ideologis dan membersihkan jiwa dari keinginan mendapatkan balasan dan keuntungan duniawi. Ini juga adalah prasyarat pertama untuk memastikan kebebasan sejati dalam berpikir dan menghasilkan ilmu pengetahuan yang baik. Setelah memerangi "kependetaan" dan gagasan keliru yang dibangun atas nama agama, dan setelah menyalahkan mereka atas kemunduran, kepicikan, dan fanatisme, ilmuwan harus bekerja keras agar senantiasa bebas dari menjadi sasaran tuduhan serupa.

Tidak ada perbedaan antara penindasan intelektual dan ilmiah yang timbul dari hasrat kepentingan dan kekuasaan dengan fanatisme ideologis dan pemikiran sempit yang didasarkan pada gagasan agama yang keliru dan menyimpang serta dipegangnya kendali kekuasaan oleh kaum agamawan. Nama asli dari agama yang diturunkan Allah senantiasa adalah Islam, yang berarti kedamaian, keselamatan dan ketaatan kepada Allah. Hal ini benar, apakah itu diajarkan oleh Musa atau Isa, atau disampaikan oleh Muhammad. Islam mendakwahkan dan menyebarkan sopan santun, hormat terhadap nilai-nilai kemanusiaan, cinta, toleransi, dan persaudaraan. Banyak ayat Al-Qur’an mendorong pengkajian alam semesta, yang dipandangnya sebagai tempat pameran karya-karya Ilahi. Selain itu, Al-Qur’an meminta orang merenungkan penciptaan dan ciptaan, dan menggunakannya secara bertanggungjawab, bukan dengan cara jahat dan merusak. Ketika mempelajarinya dengan pikiran terbuka, kita memahami bahwa Al-Qur'an menganjurkan mencintai ilmu pengetahuan dan kemanusiaan, keadilan dan ketertiban. Pada tataran relatif lebih kecil berupa pemanfaatan ilmu pengetahuan dan hasil-hasilnya demi meraih kekuasaan dan cita-cita duniawi dengan menindas orang lemah, sebagian orang telah menggunakan Al-Qur'an untuk membenarkan kebencian dan permusuhan nurani gelap mereka. Sayangnya, di tangan orang-orang yang ingin menghabisi Islam, sikap tersebut telah digunakan untuk menggambarkan Islam sebagai agama kebencian, permusuhan, dan dendam.

Islam secara harfiah berarti perdamaian dan keselamatan. Nabi mengartikan Muslim sebagai seseorang yang dengannya orang lain merasa aman dan selamat akibat perbuatan tangan dan lidahnya; dan mukmin (orang beriman), berasal dari kata “amn” (keamanan dan keselamatan), sebagai seseorang yang meyakini dan memberikan jaminan keamanan, ketertiban, keadilan, cinta, dan pengetahuan. Melalui cahaya yang dipancarkan Islam, banyak orang telah membaktikan hidup mereka untuk kebahagiaan orang lain dengan mengorbankan kepentingan pribadi, dan banyak yang lainnya telah membulatkan diri membimbing umat manusia menuju kebahagiaan akhirat.

Didirikan di atas Al-Qur’an, Islam telah membangun ilmu pengetahuan dan pencariannya di atas landasan niat menemukan makna keberadaan alam semesta dalam rangka mencapai Sang Pencipta, dan untuk mendatangkan manfaat bagi kemanusiaan, bahkan bagi semua ciptaan, serta untuk menjiwainya dengan keimanan, cinta, dan sikap mementingkan kebaikan bagi orang lain. Inilah yang kita pelajari dari Al-Qur'an, kehidupan teladan Nabi, dan perilaku dari banyak sosok yang meneladaninya secara sempurna dalam hal pikiran dan tindakan. 





Study Kasus 

Angka Pengangguran Jadi Ancaman

Selasa, 19 Oktober 2010 - 08:02 wib

Ilustrasi
JAKARTA - Laju pertumbuhan penduduk Indonesia yang cepat setiap tahunnya dapat memberikan ancaman untuk menciptakan pengangguran baru.

Staf Khusus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Dedy Masykur Riyadi mengatakan, data yang dilansir Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang menyebutkan laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,49 persen per tahun atau di atas proyeksi pemerintah yang menetapkan di kisaran 0,74-1,18 persen per tahun menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.

“Persoalannya tidak sebatas jumlah penduduk saja, tapi yang jadi soal adalah ketenagakerjaan. Imbasnya akan ke sana,”kata Dedy di Jakarta.

Bappenas,kata dia,sudah memprediksi bahwa laju pertumbuhan penduduk akan melebih proyeksi yang ditentukan sebelumnya.Hasil kajian yang dilakukan oleh Bappenas pada tahun 2005,menunjukkan fenomena terjadinya laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi.

Saat itu, sudah diprediksi bahwa realisasi pertumbuhan penduduk akan lebih tinggi dibanding proyeksi pemerintah. Dia tidak menampik kemungkinan jumlah pengangguran akan bertambah banyak seiring meningkatnya jumlah penduduk dan usia produktif.

“Pada tahun 2014 dan 2015, dalam istilah kependudukannya disebut window soft opportunity di mana saat itu usia produktif sangat tinggi,”kata Dedy.

Akibatnya, pemerintah perlu bekerja keras untuk mengimbanginya dengan ketersediaan lapangan pekerjaan.Jika hal ini tidak dilakukan sejak sekarang,maka angka pengangguran akan membeludak dan diyakini akan mengganggu perekonomian di Indonesia. Dia mengatakan, pemerintah harus mendorong penciptaan peluang kerja,khususnya untuk sektorsektor yang banyak menyerap tenaga kerja. Sektor industri, lanjut dia, diyakini mampu menjawab tantangan tersebut.

“Kegiatan industri yang mampu menyerap banyak tenaga kerja menjadi tantangan dan harus menjadi perhatian sejak sekarang.Ini salah satu fokus pemerintah soal pro job,” singkatnya.

Dedy menilai,salah satu penyebab lonjakan pertumbuhan penduduk adalah kurang efektifnya program keluarga berencana (KB) yang sebetulnya didesain untuk meminimalisasi laju pertumbuhan penduduk.

Lonjakan pertumbuhan penduduk,diakui makin sulit dibendung dan dikendalikan karena pemerintah belum memiliki skema lain yang diyakini mampu menahan pertumbuhan penduduk. “Dulu ada transmigrasi,tapi juga tidak berhasil.Satu-satunya cara hanya lewat revitalisasi KB.Kita sudah tidak bisa memaksakan orang untuk KB seperti dulu, "ujarnya.




Opini 

menurut saya, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan setiap individu jika ingin mempunyai masa depan yang baik dan cerah. dari study kasus di atas terbukti bahwa negara kita masih kurang dalam hal ilmu pengetahuan dan pendidikannya, maka dari itu setiap tahun tingkat pengangguran di negara Indonesia makin tinggi.
kita sebagai penerus bangsa haruslah bisa membuat negara kita ini maju dan menjahui dari keterpurukan dalam hal pendidikan 
dengan diadakannya sekolah gratis untuk daerah perkampungan sepertinya sudah sangat membantu tinggal individunya saja yang menjalankannya
karena dengan niat setiap individu maka negara kita akan di jauhkan dari pengangguran.


Sumber



























Yeseren Dusunceler, Izmir 1996, hal. 172-178
http://economy.okezone.com/read/2010/10/19/20/383855/angka-pengangguran-jadi-ancaman



0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2010 Roy Heuward | Design : Noyod.Com | Images: Moutonzare